André Wetzel adalah sosok idaman bagi sepakbola nasional
Indonesia. Arek Suroboyo ini punya pengalaman internasional dan berkarakter
bijaksana. Dia sedang cari klub.
Pria keturunan Indonesia ini baru dua hari melepas jabatan sebagai direktur teknis di klub Al Jazira, Arab Emirat. Pelatih -berdomisili Den Haag- itu berhenti karena kehabisan tantangan dan kangen rumah. Mungkin melatih timnas Indonesia atau CS Visé klub Bakrie di Belgia sebagai alternatif bagus.
Sukses
Kepada televisi Belanda NOS, André Wetzel menyatakan tugas di Al Jazira sudah rampung. Wetzel usai menggarap proyek besar membangun akademi sepak bola senilai delapan juta euro (sekitar 100 milyar rupiah).
Pria keturunan Indonesia ini baru dua hari melepas jabatan sebagai direktur teknis di klub Al Jazira, Arab Emirat. Pelatih -berdomisili Den Haag- itu berhenti karena kehabisan tantangan dan kangen rumah. Mungkin melatih timnas Indonesia atau CS Visé klub Bakrie di Belgia sebagai alternatif bagus.
Sukses
Kepada televisi Belanda NOS, André Wetzel menyatakan tugas di Al Jazira sudah rampung. Wetzel usai menggarap proyek besar membangun akademi sepak bola senilai delapan juta euro (sekitar 100 milyar rupiah).
"Proyek
sebenarnya sudah rampung dan secara sportif juga sukses," tukas André
Wetzel. "Untuk pertama kali sejak 34 tahun, Al Jazira meraih 'the double':
Juara Liga nasional dan juga Juara Presidents Cup."
Alasan lain dari pria kelahiran Surabaya, 3 November 1951 untuk berhenti dari tugas di Abu Dhabi, karena ingin kumpul dengan anak-anak dan istri. Kepada NOS dia mengatakan anak bungsu sangat rindu. "Anak-anak saya usianya 9 dan 12 tahun. Si bungsu ini yang merasa berat kalau jauh dari saya."
Jadi pelatih
Walau demikian ia belum ingin berpaling dari dunia sepak bola. Dia bahkan berminat merumput lagi sebagai pelatih lapangan. "Saya sebenarnya tidak mudah menyerahkan kontrak. Tetapi pekerjaan saya di sana sudah selesai. Saya sampaikan alasan ini pada direksi Al Jazira dan mereka positif," demikian Wetzel kepada koran Algemeen Dagblad.
Wetzel menyatakan akan mencari tantangan baru. "Harapannya sekarang ini menjadi pelatih yang turun ke lapangan. Paling bagus di klub profesional. Klub yang punya ambisi ke depan, tapi klub amatir di Topklasse (Divisi tiga) pun tidak masalah."
Cocok untuk Garuda
Kalau melihat pengalamannya maka Wetzel lebih cocok daripada pelatih timnas Garuda senior Wim Rijsbergen atau Rahmad Darmawan, pelatih U-23. Menurut amatan Radio Nederland, pelatih keturunan Indonesia ini punya nilai positif. Mengenal budaya Asia, baik dari sisi keturunan maupun sisi pengalaman di Abu Dhabi.
Wetzel terbukti sukses mengantarkan Al Jazira meraih double Juara Liga dan Juara Piala Presiden di Uni Emirat Arab. Rahmad Darmawan belum memiliki pengalaman internasional seperti Wetzel. Satu lagi sisi positif Wetzel dibanding Rijsbergen adalah penguasaan bahasa Melayu (baca: Bahasa Indonesia) yang mencukupi untuk bisa berkomunikasi.
Satu hal yang mungkin menghalangi, pelatih kelahiran Surabaya ini berangkat ke Indonesia adalah keluarganya. Anak-anaknya masih relatif kecil dan butuh perhatian. Maukah mereka diajak pindah sementara ke Indonesia?
CS Visé
Kalau jawabannya negatif, maka ilmunya masih tetap bisa ditularkan untuk sepakbola Indonesia. Salah satu kemungkinan adalah merekrutnya untuk menjadi pelatih CS Visé. Sejak klub liga dua Belgia ini menjadi milik keluarga Bakrie, ada beberapa pemain asal Indonesia yang mendapat peluang mencoba di liga Eropa. Sejak Juni 2011 ini Yandi Munawar (25 Mei 1992), Yericho Christiantoko (14 Januari 1992) dan Alfin Tuasalamony (13 November 1992) dipindahkan dari pelatihan SAD di Uruguay ke Belgia.
Jarak Visé Belgia dengan Den Haag, tempat tinggal keluarga Wetzel hanya 230 km. Jarak ini memenuhi syarat. Pada wawancara dengan NOS, André Wetzel menyebutkan mau melatih di luar negeri, asal jangan terlalu jauh. Berarti Visé masuk kategori ini.
Apalagi mengingat klub yang berafiliasi dengan Pelita Jaya punya ambisi besar. Di situs CS Visé, disebutkan ingin melangkah ke liga utama Belgia dalam beberapa tahun. Nah, André Wetzel adalah orang yang mampu merealisasikannya. Seperti halnya ketika dia menukangi VVV Venlo meraih sukses menjuarai Eerste Divisi dan naik ke liga utama Belanda musim 2007-2008.
Alasan lain dari pria kelahiran Surabaya, 3 November 1951 untuk berhenti dari tugas di Abu Dhabi, karena ingin kumpul dengan anak-anak dan istri. Kepada NOS dia mengatakan anak bungsu sangat rindu. "Anak-anak saya usianya 9 dan 12 tahun. Si bungsu ini yang merasa berat kalau jauh dari saya."
Jadi pelatih
Walau demikian ia belum ingin berpaling dari dunia sepak bola. Dia bahkan berminat merumput lagi sebagai pelatih lapangan. "Saya sebenarnya tidak mudah menyerahkan kontrak. Tetapi pekerjaan saya di sana sudah selesai. Saya sampaikan alasan ini pada direksi Al Jazira dan mereka positif," demikian Wetzel kepada koran Algemeen Dagblad.
Wetzel menyatakan akan mencari tantangan baru. "Harapannya sekarang ini menjadi pelatih yang turun ke lapangan. Paling bagus di klub profesional. Klub yang punya ambisi ke depan, tapi klub amatir di Topklasse (Divisi tiga) pun tidak masalah."
Cocok untuk Garuda
Kalau melihat pengalamannya maka Wetzel lebih cocok daripada pelatih timnas Garuda senior Wim Rijsbergen atau Rahmad Darmawan, pelatih U-23. Menurut amatan Radio Nederland, pelatih keturunan Indonesia ini punya nilai positif. Mengenal budaya Asia, baik dari sisi keturunan maupun sisi pengalaman di Abu Dhabi.
Wetzel terbukti sukses mengantarkan Al Jazira meraih double Juara Liga dan Juara Piala Presiden di Uni Emirat Arab. Rahmad Darmawan belum memiliki pengalaman internasional seperti Wetzel. Satu lagi sisi positif Wetzel dibanding Rijsbergen adalah penguasaan bahasa Melayu (baca: Bahasa Indonesia) yang mencukupi untuk bisa berkomunikasi.
Satu hal yang mungkin menghalangi, pelatih kelahiran Surabaya ini berangkat ke Indonesia adalah keluarganya. Anak-anaknya masih relatif kecil dan butuh perhatian. Maukah mereka diajak pindah sementara ke Indonesia?
CS Visé
Kalau jawabannya negatif, maka ilmunya masih tetap bisa ditularkan untuk sepakbola Indonesia. Salah satu kemungkinan adalah merekrutnya untuk menjadi pelatih CS Visé. Sejak klub liga dua Belgia ini menjadi milik keluarga Bakrie, ada beberapa pemain asal Indonesia yang mendapat peluang mencoba di liga Eropa. Sejak Juni 2011 ini Yandi Munawar (25 Mei 1992), Yericho Christiantoko (14 Januari 1992) dan Alfin Tuasalamony (13 November 1992) dipindahkan dari pelatihan SAD di Uruguay ke Belgia.
Jarak Visé Belgia dengan Den Haag, tempat tinggal keluarga Wetzel hanya 230 km. Jarak ini memenuhi syarat. Pada wawancara dengan NOS, André Wetzel menyebutkan mau melatih di luar negeri, asal jangan terlalu jauh. Berarti Visé masuk kategori ini.
Apalagi mengingat klub yang berafiliasi dengan Pelita Jaya punya ambisi besar. Di situs CS Visé, disebutkan ingin melangkah ke liga utama Belgia dalam beberapa tahun. Nah, André Wetzel adalah orang yang mampu merealisasikannya. Seperti halnya ketika dia menukangi VVV Venlo meraih sukses menjuarai Eerste Divisi dan naik ke liga utama Belanda musim 2007-2008.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar